" mulai sekarang jangan bilang teroris ,jangan latah ikut-ikutan mulut si bush et, yang gila perang ,tidak ada teroris di indonesia apalagi teroris islam , BIN salah cari informasi , jangankan nangkapjaringan teroris internasional ,nangkap pembunuh asrori aja masih salah ." Celetus seorang teman yang baru saja saya sodorkan majalah islam tarbawi edisi januari 09 , yang di dalamnya ada kisah penuturan korban salah tangkap pembunuhan asrori,
Entah apa tiba-tiba temanku mengatakan demikian , padahalberita yang di bacanya adalah korban salah tanggkap pembunuhan asrori bukan isu teroris.
saya sedikit menangkap apa yang temanku maksudkan itu , mungkin tentang kesewenang-wenangan penguasa yang melakukan sesuatu hanya dengan kehendak dirinya tanpaharus memperdulikan orang lain ,isu teroris itu sengaja di buat untuk melegalkan kehendaknya untuk mewujudkan ambisinya .
bersambung nanti aku terusis berangkatkerja dulu ..................
Hanya bagi orang orang yang mau berfikir dan berubah !
Oleh karena itu pikirkanlah dulu apakah benar kita ingin membacanya lebih lanjut ataukah tidak ? Karena bagi orang yang hanya ingin membaca sepintas lalu, tulisan dalam buku ini tidak lebih sebagai media untuk menghabiskan waktu saja dan tidak akan kita temukan apa-apa didalamnya.
THE STREET
Jalan raya yang penuh dengan lalu lalang orang-orang dan kendaraaan yang hilir mudik persis menggambarkan sebuah potret kehidupan yang sebenarnya. Bila kita berdiri disebuah jalan yang ramai akan kita lihat setiap orang berjalan kearah tujuannya masing masing dan membawa bebannya sendiri. Ada orang yang berjalan dengan wajah yang penuh kebanggaan akan hidupnya yang dirasakan sudah mapan. Ada pula wajah orang yang merengut penuh dengan beban kehidupan yang berat dipikul, manusia yang berjalan dengan penuh kebanggan diri akan ilmu pengetahuan, kekayaan, dan kekuasaan semu yang dimiliki olehnya, orang yang berjalan dengan merunduk sedih dengan keadaan hidup yang sudah parah, namun adapula orang yang berjalan dengan tegap dan pasti menghadapi keadaan yang simpang siur tersebut. Orang itulah yang memiliki sebuah kekuatan diri yang bernama KHUDZIL ’AFWA, sebuah potensi luar biasa yang dapat membuat manusia berjalan dimuka bumi ini tanpa terpengaruh oleh apapun dan siapapun.
Manusia yang memiliki kemampuan KHUDZIL ’AFWA akan berada diatas manusia manusia lain. Ia melihat segala peristiwa dan kejadian di dalam hidupnya dari tempat tertinggi (Al-A’Raf). Dari tempat tersebut ia akan dapat membedakan mana realita yang sesunguhnya dan mana yang hanya sekedar fenomena kehidupan. Manusia yang seperti ini adalah manusia yang dikatakan sebagai manusia yang arif dan setiap perilaku dirinya adalah perilaku yang ma’ruf, yaitu perilaku yang sesuai dengan hukum dan aturan yang telah ALLAH tentukan, perilaku yang sesuai dan selaras dengan fitrah manusia.
Contoh nyata ke-fitrah-an manusia dalam perilaku keseharian yang paling mudah adalah ”Bayi”.
Bayi selalu menyenangkan dipandang mata. Tangisannya menjadi hiburan bagi orang orang dewasa di sekelilingnya. Seorang manusia yang paling kejam dan beringas di bumi ini pun akan tertunduk hatinya ketika memandang seorang bayi mungil yang sedang menangis. Bahkan bagi orang tuanya, kotoran yang dikeluarkan sang bayi ketika orang tuanya sedang makan, merupakan saat-saat yang paling lucu untuk kelak diceritakan ketika ia sudah dewasa. Singkat kata tak ada satupun manusia yang normal di muka bumi ini yang tak menyukai seorang bayi kecil, baik kulitnya putih bersih atau hitam legam sekalipun, baik yang mancung atau pesek sekalipun.
Tidak ada bayi yang jelek, semuanya indah dipandang. Itulah gambaran yang paling mudah dan konkrit dari contoh manusia yang berada dalam fitrahnya. Selalu membawa kebahagiaan dimanpun ia berada. Hal demikianpun berlaku bagi manusia yang selalu berada dalam fitrah dirinya. Kemanapun ia melangkah akan selalu membuat orang bahagia, selalu membawa manfaat bagi lingkungannya, diri yang penuh dengan ke- Rahmaan dan ke Rahiim-an ALLAH.
Sosok bayi yang kita anggap lemah dan tidak mampu, sebenarnya mengajarkan banyak hal kepada kita yang sudah dewasa. Yang paling utama adalah pelajaran sebuah ketahanan mental untuk KHUDZIL ’AFWA. Coba kita lihat ketika seorang bayi belajar berdiri. Seringnya ia terjatuh tak menghalangi dirinya untuk berjuang naik untuk berdiri lagi walaupun kepalanya sudah benjol benjol karena terhantam oleh bidang yang keras ketika ia berusaha untuk berdiri. Secara hakekat dapat kita ambil makna dari belajar berdirinya anak bayi ini, yaitu ia berusaha untuk menjadikan kepalanya sebagai tempat yang tertinggi dan meninggalkan posisi merangkaknya yang persis seperti posisi binatang berjalan.
Ia berusaha dengan kuat untuk berdiri bukan untuk menjalankan sebatas tugas sunatullahnya saja namun untuk menjadikan dirinya sebagai manusia yang seutuhnya, manusia yang berfikir, dan manusia yang berdzikir. Ironis ! Bila kita yang kini telah menjadi manusia seutuhnya yang berjalan dengan kepala diatas tapi tetap saja menggunakan cara berfikir yang rendah, cara berfikir mencakar, mencabik, menjilat dan berdesis bagaikan ular untuk mencapai hal-hal yang kita inginkan. Hal-hal yang hanya akan memenuhi dahaga kita sebentar saja untuk kemudian menjadi lebih dahaga lagi, seperti orang yang kehausan meminum air laut.
Kita harus belajar tentang KHUDZIL ‘AFWA dari seorang bayi, bukan mengajarinya ! Karena dialah yang paling dekat dengan ke-fitrah-an diri manusia. Diri yang tak pernah sakit oleh perkataan siapapun dan apapun, diri yang tak memiliki dendam dengan apapun dan siapapun. Walaupun sedetik yang lalu kita baru saja memarahinya namun ia tetap memberikan senyumannya kepada kita. Diri yang tak memiliki pretense keinginan apapun akan kehidupan. Diri yang tak berfikir tentang bagaimana orang memperlakukan dirinya akan tetapi apa yang dapat ia berikan pada semua orang. Diri yang melihat setetes kebaikan dari samudra keburukan orang lain dan mengembangkan kebaikan itu, sehingga keburukan yang dimiliki orang lain tak dilihatnya lagi.
Kata KHUDZIL ‘AFWA dalam Al-Quran terdapat pada surah Al- A’Raf ayat 199 yang berbunyi :
“Jadilah engkau KHUDZIL ‘AF’WA dan suruhlah orang mengerjakan yang MA’RUF serta berpalinglah dari orang orang yang bodoh “
Tidak ada komentar:
Posting Komentar